Ngomongin tentang Honai atau rumah adat lainnya, pasti ada aja rumah adat khusus wisatawannya. Gak hanya Honai di Wamena saja, tetapi banyak juga di daerah lain seperti rumah adat Suku Wae Rebo ataupun suku Baduy. Ya wajar sih, nggak semua wisatawan bisa tidur dengan nyaman jika hanya modal jerami doang. Yang ada katanya malah gatel-gatel digigit kutu babi.
Ngomong-ngomong, Honai apaan sih? Honai adalah rumah adat asli Papua. Seperti yang kita tahu, di Papua terdapat banyak sekali suku-suku yang memiliki adat dan istiadat yang berbeda. Tetapi ada satu hal yang sama diantara mereka, yaitu rumah adatnya, Si Honai.
Honai merupakan rumah yang berbahan dasar kayu dan atapnya berbentuk kerucut. Atap rumah honai terbuat dari jerami atau ilalang. Honai asli semua bahannya dibangun dengan bahan hasil alam. Honai biasanya tidak berukuran luas dan tidak memiliki jendela. Tujuannya adalah untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya memiliki tinggi 2,5 meter dengan diameter 5 meter. Biasanya di bagian tengah honai ada tempat api unggun apabila cuaca sedang dingin. Di bagian atasnya, biasanya digunakan untuk tidur dan beristirahat. Honai juga terdapat 3 macam yaitu untuk laki – laki, perempuan, dan juga untuk kandang babi. Dengan nama yang berbeda – beda biasanya honai untuk wanita disebut ebei dan kandang babi disebut wamai.
Honai terbagi dalam tiga jenis, yaitu untuk kaum laki-laki (Honai), wanita Ebei), dan kandang babi (Wamai).
Nah, lagi-lagi jiwa Indonesia muncul di Honai nih. Jiwa Indonesia seperti gotong royong saat membangun Honai bersama demi kemaslahatan bersama, jiwa kegigihan dan kesabaran ketika harus tetap menjaga tradisi rumah Honai ketika sudah mulai banyak yang beralih ke rumah dinding dan modern, serta jiwa rendah hati ketika berbagi cerita dan kehangatan dengan para pendatang yang ingin mengetahui tentang kehidupan masyarakat asli Papua di dalam Honai. Karena, yang berharga harus dijaga kan? Honai, asli Indonesia! Cerita ini dilansir dari instagram Ashari Yudha seorang travel blogger ternama.